Dua Kebijakan agar Masyarakat Indonesia Sadar Pajak demi Kesianmbungan Pembangunan
“Alhamdulillah,
akhirnya jalan tol ini bisa digunakan” begitulah kalimat yang selalu penulis
ucapkan ketika melewati jalan tol yang menghubungkan Bandara Internasional
Kualanamu dengan Kabupaten Serdang Bedagai sepanjang 76 kilometer di Sumatera
Utara pada tahun 2017 lalu. Ada kebahagian tersendiri yang dirasakan ketika
melihat perkembangan daerah penulis selama 17 tahun bernaung menjadi lebih
baik, terlebih lagi dikarenakan saat ini penulis menjadi mahasiswa perantau di
Pulau Jawa, tentu perkembangan ini memuaskan dahaga akan keinginan hati agar
daerah asal semakin maju setelah beberapa bulan ditinggalkan. Waktu perjalanan
yang menjadi lebih singkat serta terasa nyaman dan aman menjadi pelengkap
kebahagian penulis akibat keberadaan jalan tol tersebut. Lalu, sebuah
pertanyaan muncul “Darimana dana pembangunan semua infrastruktur ini berasal?”,
karena pembangunan infrastruktur bukan hanya terjadi di daerah asal penulis
tetapi juga terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia, dimana secara logika
pasti dibutuhkan dana yang sangat banyak dalam pembangunan infrastruktur ini.
Utang, adalah salah satu jawaban yang menjadi fokus
penulis dari pertanyaan yang muncul kala pembangunan infrastruktur di Indonesia
sedang gencar-gencarnya. Mendengar kata utang tentu memunculkan persepsi
negatif dari sebagian orang. Hal tersebut dikarenakan adanya rasa kekhawatiran
tentang kesanggupan negara untuk melunasi utang tersebut, apalagi nominal utang
tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Sudut pandang tersebut tidak salah,
namun perlu diperluas lagi dengan menambah informasi akan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang baru khususnya dalam bidang finansial. Tentu, bukan suatu
keputusan yang diambil secara asal bagi pemerintah untuk mengajukan utang demi
pembangunan infrastruktur. Keputusan tersebut pasti telah dipikirkan secara
matang dengan penuh rasa tanggung jawab oleh pemerintah dan didukung dengan
pihak-pihak yang berkompeten.
Salah satu keputusan yang pemerintah ambil adalah
dengan diputuskannya beberapa kebijakan baru pada bidang perpajakan. Salah satu
kebijakan tersebut sempat viral pada
tahun lalu adalah tax amnesty atau
pengampunan pajak. Kebijakan tersebut viral
dikarenakan keberhasilan Indonesia sebagai negara yang paling banyak menerima
pelaporan harta dari para wajib pajak yang sangat antusias dengan kebijakan ini.
Kebijakan tesebut juga berhasil melampaui target yang telah ditentukan oleh
pihak Kementrian Keuangan. Selain kebijakan tax
amnesty, beberapa hari yang lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan
sebuah kebijakan baru yakni pemberlakukan pajak setengah persen bagi para pelaku
UMKM (Usaha Mikro Kecil Menegah) dimana sebelumnya beban pajak tersebut adalah
satu persen. Selain untuk mengurangi beban para pelaku UMKM, hal ini juga
bertujuan agar para pelaku usaha tersebut dapat berperan aktif dalam pembayaran
pajak. Kebijakan tax amnesty dan
pemberlakukan pajak setengah persen bagi para pelaku UMKM merupakan dua contoh
upaya pemerintah agar masyarakat Indonesia menjadi sadar pajak. Padahal sudah
seharusnya masyarakat indonesia sadar akan kewajiban pembayaran pajak.
Secara tersirat, kewajiban masyarakat indonesia untuk
melakukan pembayaran pajak tersirat di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”. Dengan adanya pasal tersebut frasa ‘dikuasai negara’ menunjukkan
adanya hak pemerintah dalam pengelolaan kekayaan negara serta adanya kewajiban
masyarakat dalam menaati cara-cara pemerintah dalam mengatur pengelolaan
kekayaan negara tersebut. Dalam hal ini pemerintah berhak untuk membebankan
pajak terhadap masyarakat yang hidup di wilayah Indonesia dan masyarakat wajib
untuk memenuhi pajak tersebut (sadar pajak). Namun, masih banyak masyarakat
Indonesia yang belum sadar akan kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
Oleh karena itu, penulis berikan beberapa kebijakan
yang dapat diterapkan agar masyarakat Indonesia sadar pajak. Kebijakan pertama
adalah dengan penerapan TRT (Tax Return Transparency)
atau Transparansi Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Kelebihan TRT adalah
terbukanya akses laporan tahunan pajak seluruh masyarakat ke publik termasuk laporan
tahunan pajak para politisi, pengusaha, publik figur, dll. Hal ini bukan hanya dapat
menimbulkan rasa sadar akan kewajiban pembayaran pajak bagi seseorang akibat
tampilan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak
secara jelas di Internet tetapi juga dapat menimbulkan rasa malu disaat
orang lain dapat melihat adanya kewajiban pajak yang belum dibayar pada Surat
Pemberitahuan (SPT) Pajak. Selain itu hal ini dapat menjadi kontrol sosial
masyarakat kepada para politisi agar tidak melakukan perbuatan korupsi karena
dengan terbukanya Surat Pemberitahuan ke publik, maka semua orang dapat
mengetahui aset yang dimiliki oleh para politisi. Hal yang sama juga berlaku
kepada para pengusaha serta publik figur dengan berbagai macam jenis kegiatan
ekonomi yang sedang dilakukan. Namun tentu saja terdapat kelemahan dalam
kebijakan ini yaitu peningkatan kecemburuan sosial dikarenakan terbukanya akses
terhadap kekayaan setiap individu.
Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berkaitan
erat dengan setiap orang pada masa ini yaitu sosial media dimana pemanfaatan
media sosial sebagai media untuk penyebarluasan mindset sadar pajak. Keahlian marketing
dalam penyampaian informasi ini mutlak diperlukan, dimulai dari konten yang
menarik serta pemilihan figur sosial media yang dapat menarik atensi yang besar
dari penggunanya seperti para content
creator Youtube maupun selebritis Instagram. Media ini terlihat kurang
begitu dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah dalam melakukan penyebaran mindset sadar pajak. Padahal kekuatan marketing di sosial media sangat besar,
apalagi penggunanya didominasi oleh kaum muda di Indonesia, sehingga usaha
marketing pada media ini menjadi bersifat sustainable
karena para generasi muda ini akan menjadi para wajib pajak pada masanya
masing-masing.
Dua saran kebijakan diatas merupakan saran kepada
pemerintah untuk peningkatan mindset
sadar pajak dengan tujuan akhirnya
adalah ketahanan ekonomi Indonesia. Selain aksi dari pihak pemerintah, dukungan
dari seluruh lapisan masyarakat juga mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Dengan membayar pajak, masing-masing individu juga turut andil dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kesinambungan pembangunan.
Tidak ada komentar: