Dua Kebijakan agar Masyarakat Indonesia Sadar Pajak demi Kesianmbungan Pembangunan

17.46

 “Alhamdulillah, akhirnya jalan tol ini bisa digunakan” begitulah kalimat yang selalu penulis ucapkan ketika melewati jalan tol yang menghubungkan Bandara Internasional Kualanamu dengan Kabupaten Serdang Bedagai sepanjang 76 kilometer di Sumatera Utara pada tahun 2017 lalu. Ada kebahagian tersendiri yang dirasakan ketika melihat perkembangan daerah penulis selama 17 tahun bernaung menjadi lebih baik, terlebih lagi dikarenakan saat ini penulis menjadi mahasiswa perantau di Pulau Jawa, tentu perkembangan ini memuaskan dahaga akan keinginan hati agar daerah asal semakin maju setelah beberapa bulan ditinggalkan. Waktu perjalanan yang menjadi lebih singkat serta terasa nyaman dan aman menjadi pelengkap kebahagian penulis akibat keberadaan jalan tol tersebut. Lalu, sebuah pertanyaan muncul “Darimana dana pembangunan semua infrastruktur ini berasal?”, karena pembangunan infrastruktur bukan hanya terjadi di daerah asal penulis tetapi juga terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia, dimana secara logika pasti dibutuhkan dana yang sangat banyak dalam pembangunan infrastruktur ini.
Utang, adalah salah satu jawaban yang menjadi fokus penulis dari pertanyaan yang muncul kala pembangunan infrastruktur di Indonesia sedang gencar-gencarnya. Mendengar kata utang tentu memunculkan persepsi negatif dari sebagian orang. Hal tersebut dikarenakan adanya rasa kekhawatiran tentang kesanggupan negara untuk melunasi utang tersebut, apalagi nominal utang tersebut dalam jumlah yang sangat besar. Sudut pandang tersebut tidak salah, namun perlu diperluas lagi dengan menambah informasi akan kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru khususnya dalam bidang finansial. Tentu, bukan suatu keputusan yang diambil secara asal bagi pemerintah untuk mengajukan utang demi pembangunan infrastruktur. Keputusan tersebut pasti telah dipikirkan secara matang dengan penuh rasa tanggung jawab oleh pemerintah dan didukung dengan pihak-pihak yang berkompeten.
Salah satu keputusan yang pemerintah ambil adalah dengan diputuskannya beberapa kebijakan baru pada bidang perpajakan. Salah satu kebijakan tersebut sempat viral pada tahun lalu adalah tax amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan tersebut viral dikarenakan keberhasilan Indonesia sebagai negara yang paling banyak menerima pelaporan harta dari para wajib pajak yang sangat antusias dengan kebijakan ini. Kebijakan tesebut juga berhasil melampaui target yang telah ditentukan oleh pihak Kementrian Keuangan. Selain kebijakan tax amnesty, beberapa hari yang lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan sebuah kebijakan baru yakni pemberlakukan pajak setengah persen bagi para pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menegah) dimana sebelumnya beban pajak tersebut adalah satu persen. Selain untuk mengurangi beban para pelaku UMKM, hal ini juga bertujuan agar para pelaku usaha tersebut dapat berperan aktif dalam pembayaran pajak. Kebijakan tax amnesty dan pemberlakukan pajak setengah persen bagi para pelaku UMKM merupakan dua contoh upaya pemerintah agar masyarakat Indonesia menjadi sadar pajak. Padahal sudah seharusnya masyarakat indonesia sadar akan kewajiban pembayaran pajak.
Secara tersirat, kewajiban masyarakat indonesia untuk melakukan pembayaran pajak tersirat di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dengan adanya pasal tersebut frasa ‘dikuasai negara’ menunjukkan adanya hak pemerintah dalam pengelolaan kekayaan negara serta adanya kewajiban masyarakat dalam menaati cara-cara pemerintah dalam mengatur pengelolaan kekayaan negara tersebut. Dalam hal ini pemerintah berhak untuk membebankan pajak terhadap masyarakat yang hidup di wilayah Indonesia dan masyarakat wajib untuk memenuhi pajak tersebut (sadar pajak). Namun, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sadar akan kewajiban pajak yang harus dipenuhi.
Oleh karena itu, penulis berikan beberapa kebijakan yang dapat diterapkan agar masyarakat Indonesia sadar pajak. Kebijakan pertama adalah dengan penerapan TRT (Tax Return Transparency) atau Transparansi Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Kelebihan TRT adalah terbukanya akses laporan tahunan pajak seluruh masyarakat ke publik termasuk laporan tahunan pajak para politisi, pengusaha, publik figur, dll. Hal ini bukan hanya dapat menimbulkan rasa sadar akan kewajiban pembayaran pajak bagi seseorang akibat tampilan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak  secara jelas di Internet tetapi juga dapat menimbulkan rasa malu disaat orang lain dapat melihat adanya kewajiban pajak yang belum dibayar pada Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak. Selain itu hal ini dapat menjadi kontrol sosial masyarakat kepada para politisi agar tidak melakukan perbuatan korupsi karena dengan terbukanya Surat Pemberitahuan ke publik, maka semua orang dapat mengetahui aset yang dimiliki oleh para politisi. Hal yang sama juga berlaku kepada para pengusaha serta publik figur dengan berbagai macam jenis kegiatan ekonomi yang sedang dilakukan. Namun tentu saja terdapat kelemahan dalam kebijakan ini yaitu peningkatan kecemburuan sosial dikarenakan terbukanya akses terhadap kekayaan setiap individu.
Kebijakan kedua adalah kebijakan yang berkaitan erat dengan setiap orang pada masa ini yaitu sosial media dimana pemanfaatan media sosial sebagai media untuk penyebarluasan mindset sadar pajak. Keahlian marketing dalam penyampaian informasi ini mutlak diperlukan, dimulai dari konten yang menarik serta pemilihan figur sosial media yang dapat menarik atensi yang besar dari penggunanya seperti para content creator Youtube maupun selebritis Instagram. Media ini terlihat kurang begitu dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah dalam melakukan penyebaran mindset sadar pajak. Padahal kekuatan marketing di sosial media sangat besar, apalagi penggunanya didominasi oleh kaum muda di Indonesia, sehingga usaha marketing pada media ini menjadi bersifat sustainable karena para generasi muda ini akan menjadi para wajib pajak pada masanya masing-masing.
Dua saran kebijakan diatas merupakan saran kepada pemerintah untuk peningkatan mindset sadar pajak dengan  tujuan akhirnya adalah ketahanan ekonomi Indonesia. Selain aksi dari pihak pemerintah, dukungan dari seluruh lapisan masyarakat juga mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan membayar pajak, masing-masing individu juga turut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui kesinambungan pembangunan.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.