Petroleum Fund : Strategi Pencapaian Ketahanan Energi

21.53
Salah satu bagian Field Subang PT. Pertamina EP

 “ Energi berkeadilan ini merupakan wujud nyata dari sila ke-5 Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” begitulah salah satu kutipan pidato Presiden Joko Widodo ketika meresmikan 16 lembaga penyalur BBM Satu Harga di Terminal BBM Pertamina Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (29/12/2017) lalu. Kutipan pidato tersebut menunjukkan suatu langkah yang sedang ditempuh Indonesia dalam mencapai suatu cita-cita baru, yaitu energi berkeadilan. Energi berkeadilan merupakan salah satu dari 17 cita-cita baru yang hendak dicapai oleh Indonesia atas keterlibatannya dalam perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, yang merupakan suatu kesepakan tujuan pembangunan global (global development goals) yang dihasilkan melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang disepakati oleh 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain Energi Berkeadilan, terdapat 16 tujuan (goals) lain pada SDGs 2030 ini yaitu : (1) tidak ada kemiskinan (2) tidak ada kelaparan (3) menjamin kesehatan dan kesejahteraan (4) menjamin pendidikan yang berkualitas (5) mencapai kesetaraan gender (6) menjamin ketersediaan air dan sanitasi yang bersih (7)  membuka lapangan pekerjaan yang layak dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif (8) peningkatan industri inovasi dan infrastruktur (9) mengurangi kesenjangan (10) kota dan komunitas yang berkelanjutan (11) pola produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab (12) bertindak terhadap perubahan iklim (13) melestarikan kehidupan di laut (14) melindungi kehidupan di darat (15) perdamaian, keadilan dan institusi yang kuat (16) kerjasama untuk mencapai tujuan. Sebagai salah satu bentuk keseriusan dan tindak lanjut Indonesia dalam pencapaian tujuan SDGs 2030 ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan.

 Goals mengenai Energi Berkeadilan menjadi perhatian bagi penulis, karena salah satu faktor yang dbutuhkan untuk menurunkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia adalah dengan pemberian kemudahan akses terhadap energi yang berkelanjutan. Jika dilihat pada Perpres Nomor 59 Tahun 2017, goals Energi Berkeadilan dideskripsikan lebih lanjut sebagai berikut : “Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua”. Sehingga, berdasarkan deskripsi tersebut penulis melihat tantangan terbesar dalam mencapai tujuan ini adalah akses energi yang terjangkau. Hal tersebut disebabkan masih banyaknya daerah di Indonesia yang belum menerima akses energi secara penuh dan adil. Berdasarkan fakta yang dilansir oleh katadata.co.id masih terdapat 2.519 desa belum memiliki akses terhadap listrik, dimana Papua merupakan provinsi dengan desa terbanyak yang belum mendapatkan akses energi yakni sebanyak 2.376 desa. Hal ini berdampak kepada jumlah permintaan pasokan energi nasional yang meningkat pesat. Penggunaan minyak dan gas hanya mampu berkontribusi sebesar 64% dari total permintaan energi nasional sebesar 3636 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD) pada tahun 2013. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai 7496 MBOEPD pada tahun 2025 dan hingga 18740 MBOEPD pada tahun 2050 dengan 44%-47% kontribusi dari minyak dan gas. Tantangan lain adalah jumlah produksi minyak dan gas Indonesia telah menurun sejak puncak produksi pada tahun 1993 sehingga menjadikan Indonesia sebagai importir minyak bersih pada tahun 2004. Hal tersebut berdampak kepada peningkatkan kesenjangan antara permintaan minyak dan gas bumi terhadap produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu solusi untuk menyelesaikan tantangan diatas yakni melalui peningkatkan cadangan dan produksi minyak dan gas Indonesia.

Terdapat dua jenis strategi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan cadangan dan produksi minyak dan gas Indonesia yakni strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. Strategi jangka pendek bertujuan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas melalui aktivitas-aktivitas berikut : kerja ulang sumur (workover well), reaktivasi sumur tua, optimalisasi fasilitas produksi, dan percepatan Plant of Development. Sedangkan strategi jangka panjang meliputi Enhanced Oil Recovery (EOR), eksplorasi dan pengembangan hidrokarbon yang tidak konvensional (Unconventional Hydrocarbon). Eksplorasi menjadi salah satu fokus utama dalam strategi nasional menuju ketahanan energi, karena ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan cadangan. Di Indonesia, eksplorasi wilayah-wilayah baru yang belum pernah dikelola di Indonesia selalu menantang dan berisiko, terutama pada wilayah yang menjadi fokus eksplorasi saat ini yaitu Indonesia bagian timur. Resiko dan tantangan pada wilayah baru ini mengakibatkan penurunan drastis dalam jumlah eksplorasi atau penemuan baru dari waktu ke waktu. Akibat tingkat penemuan baru lapangan minyak dan gas bumi yang rendah, Indonesia dianggap sebagai salah satu negara dengan kinerja pergantian cadangan terendah, dengan kurang dari 25% penggantian cadangan pada tahun 2016. Kinerja buruk ini menunjukkan bahwa Indonesia belum menetapkan eksplorasi cadangan minyak dan gas sebagai salah satu fokus utamanya dalam strategi untuk memenuhi permintaan energi nasional. Untuk meningkatkan jumlah pergantian cadangan sambil memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, Indonesia perlu menetapkan komitmen dalam melakukan dan mengembangkan eksplorasi untuk penemuan cadangan baru. Ini, bagaimanapun, berarti bahwa Indonesia harus menghabiskan banyak dana dengan risiko yang sangat tinggi untuk melakukan eksplorasi. Akibat penurunan harga minyak, investasi untuk eksplorasi cadangan minyak dan gas juga turun. Kondisi ini membuat Indonesia semakin sulit untuk melakukan eksplorasi. Namun terdapat solusi yang tepat untuk mengatasi masalah kekurangan dana untuk melakukan kegiatan eksplorasi, yakni dengan Petroleum Fund.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.